BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada masa kepemimpinan khalifah al-Makmun dari
Bani Abbas aliran Mu’tazilah mencapai puncaknya, pada masa itu aliran ini
mengkampanyekan pemikiran bahwa “Al-Qur’an adalah mahluk”. Semua rakyat dan ulama’ dipaksa untuk mengikuti pemikiran tersebut,
namun ada salah satu ulama’ yang menentang dengan tegas pendapat tersebut, dia
adalah imam Ahmad ibn Hanbal. Akibat penentangan tersebut, beliau kerap kali
disiksa dan masuk penjara. Pemikiran-pemikiran imam Ahmad Ibn Hanbal kemudian
melahirkan sebuah aliran teologi baru yaitu aliran Salaf.
Aliran
salaf merupakan aliran yang muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran teologi Imam
Ahmad ibn Hanbal yang kemudian pemikirannya diformulasikan secara lebih lengkap
oleh imam Ahmad Ibn Taimiyah. Sebagaimana aliran Asy’ariyah, aliran Salaf
memberikan reaksi yang keras terhadap pemikiran-pemikiran ekstrim Mu’tazilah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Teologi?.
2.
Siapakah Imam Ahmad bin Hambali dan Imam Ibnu Taimiyah?
3.
Bagaimana Pemikiran Teologi Imam Ahmad bin Hambal dan
Imam Ibnu Taimiyah?
C. Tujuan
Pembahasan
1.
Memahami arti dan maksud dari Teologi.
2.
Mengenali riwayat hidup Imam Ahmad bin Hambal dan Imam
Ibnu Taimiyah.
3.
Memahami tentang pemikiran teologi Imam Ahmad bin Hambal
dan Imam Ibnu Taimiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Teologi
Kata Teologi menurut Rozak dan Rohison (2012)
istilah ini berasal dari bahasa Inggris, theology. Dan mengutip dari
William L. Reese (l. 1921 M) mendefinisikanya dengan discourse or reason
concerning God (diskursus atau pemikiran tentang Tuhan). Dengan mengutip
kata-kata William Ockham (1287-1347), Reese lebih jauh mengatakan , Theology
to be a discipline resting on revealed truth and independent of both philosophy
and science (Teologi merupakan disiplin ilmu yang membicarakan tentang
kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan).
Kemudian A. Hanafi (1992) menambahkan
bahwa teologi berasal dari bahasa Yunani “Theos” artinya Tuhan dan “Logos”
artinya ilmu. Lapangan pembahasan teologi berfokus pada masalah
kepercayaan-kepercayaan dalam agama. Ini
berarti bahwa masalah iman yang menjadi bahasan utama dalam teologi yang
tentunya terkait juga dengan masalah akidah.
Dari pengertian
di atas dapat dirumuskan bahwa teologi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani. Theos
berarti Tuhan, dan logos berarti ilmu. Jadi, teologi berarti “Ilmu
tentang Tuhan atau Ilmu Ketuhanan”.
Secara terminologi, teologi adalah: suatu disiplin
ilmu yang secara kongkrit membicarakan tentang Ketuhanan, dan pemikiran
sistematis yang berhubungan dengan hakikat alam semesta.
B.
Riwayat Singkat Hidup
Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ibnu Taimiyah
1.
Riwayat
Singkat Hidup Imam Ahmad Bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hambal dilahirkan di Baghdad tahun
164 H/780 M, dan meninggal 241 H/855 M. Ia sering dipanggil Abu Abdillah karena
salah seorang anaknya bernama Abdillah. Ia lebih dikenal dengan nama Imam
Hambali karena menjadi pendiri madzhab Hambali. Ibunya bernama Shahifah binti
Maimunah binti Abdul Malik bin Sawadah binti Hindur Asy-Syaibani, bangsawan
Bani Amir. Ayahnya bernama Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asas bin Idris bin
Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qosit bin Mazin bin
Syaiban bin Dahal bin Akabah bin Sya’b bin Ali bin Jadlah bin As’ad bin Rabi’al
Hadis bin Nizar. Di dalam keluarga Nizar ini tampaknya Imam Ahmad bertemu
dengan keluarga nenek moyangnya nabi Muhammad SAW (Rozak & Rohison, 2012).
Di antara murid-murid Imam Ahmad adalah Ibnu
Taimiyah, Hasan bin Musa, Al-Bukhori, Muslim, Abu Daud, Abu Zuhrah al-Damsyiqi,
Abu Zuhrah al-Razi, Ibnu Abi al-Dunya, Abu Bakar al-Asram, Hambal bin Ishaq
al-Syaibani, Shalih, dan Abdullah. Kedua nama yang disebutkan terakhir
merupakan putranya.[1]
2.
Riwayat
Singkat Hidup Imam Ibnu Taimiyah
Nama lengkap Ibn
Taimiyah adalah Taqiyyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim binTaimiyah. Dilahirkan di
Harran pada hari senin tanggal 10 rabiul awwal tahun 661 H dan meninggal di
penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H. Kewafatannya telah
menggetarkan dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum
muslimin pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin
Abdussalam Ibn Abdullah bin Taimiyah, seorang syekh, khatib dan hakim di
kotanya (Ahmadi Thoha, 1982).
Dikatakan oleh Rozak dan Rohison
(2012:139) bahwa ibn Taimiyah merupakan seorang tokoh salaf yang ekstrim
karena kurang memberikan ruang gerak leluasa kepada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, dan zuhud, serta
seorang panglima dan penentang bangsa tartas yang berani. Selain itu ia dikenal
sebagai seorang muhaddits, mufassir, faqih, teolog,
bahkan memiliki pengetahuan luas tentang filsafat. Ia telah mengkritik khalifah
Umar dan khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang Al-Ghazali dan Ibn
Arabi. Kritikannya ditujukan pula pada kelompok-kelompok agama sehingga membangkitkan
para ulama sezamannya. Berulang kali Ibn Taimiyah masuk kepenjara hanya karena
bersengketa dengan para ulama sezamannya.
C.
Pemikiran Teologi Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam
Ibnu Taimiyah
1.
Pemikiran Teologi Imam Ahmad bin Hambal
a.
Ayat-ayat
mutasyabihat
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, Imam Ahmad bin
Hambal lebih menyukai pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan takwil,
terutama yang berkaitan dengan sifat-saifat Tuhan dan ayat-ayat mutasyabihat.
Hal itu terbukti ketika ia ditanya tentang penafsiran ayat: “Tuhan yang Maha
Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy.”(Q.s. Thaha: 50). Dalam hal ini Ibn
Hanbal menjawab “Bersemayam diatas arasy terserah pada Allah dan bagaimana saja
Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorangpun yang sanggup menyifatinya”.
Dan ketika ditanya tentang makna hadist nuzul (Tuhan
turun kelangit dunia), ru’yah (orang-orang beriman melihat Tuhan diakhirat),
dan hadist tentang telapak kaki Tuhan, Ibn Hanbal menjawab: “Kita mengimani dan
membenarkannya, tanpa mencari penjelasan cara dan maknanya” (Rozak &
Rohison, 2012:137).
Dari pernyataan diatas, tampak bahwa Ibn hanbal
bersikap menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat kepada
Allah dan Rasul-Nya, Ia sama sekali tidak mena’wilkan pengertian lahirnya.
b. Tentang Status
Al-Qur’an
Ibnu
Hambal tidak sependapat dengan
faham Mu’tazilah, yakni Al-Qur’an tidak bersifat qadim, tetapi baru dan
diciptakan. Faham adanya qadim disamping Tuhan, berarti menduakan Tuhan,
Sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar yang tidak diampuni oleh
Allah (Rozak & Rohison, 2012:138).
Ibn Hanbal tidak mau membahas lebih lanjut tentang status Al-Qur’an. Itu
dapat dilihat dari salah satu dialog yang terjadi antara Ishaq bin Ibrahim,
gubernur Irak dengan Ahmad Ibn Hanbal
(Harun Nasution, 1986:62-63). Ia hanya mengatakan bahwa al-Qur’an tidak
diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat
yang berhubungan dengan sifat Allah kepada Allah dan rasul-Nya.
2.
Pemikiran Teologi Imam Ibnu Taimiyah
Berikut ini pandangan Imam
Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah yang di ungkapkan oleh A. Yusuf (1993) dan juga
Rozak dan Rohison (2012), yaitu:
a. Percaya Sepenuh hati
terhadap sifat-sifat Allah yang Ia sendiri atau Rasul-Nya menyifati.
Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
1. Sifat salbiyah,
yaitu qidam, baqa, muhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, dan
wahdanniyah.
2. Sifat ma’nawi,
yaitu qudrah, iradah, samea, bashar, hayat, ilmu, dan kalam.
3. Sifat khabariah
(sifat-sifat yang diterangkan Al-Qur’an dan Hadis walaupun akal bertanya
tentang maknanya). Seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah dilangit;
Allah diatas Arasy; Allah turun kelangit dunia; Allah dilihat oleh orang
beriman diakhirat kelak; wajah, tangan dan mata Allah
4. Sifat dhafiah,
meng-idhafat-kan atau menyandarkan nama-nama Allah pada alam makhluk, rabb
al-amin, khaliq al-kaum. Dan falik al-habb wa al-nawa.
b. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang
Allah dan Rasul-Nya sebutkan, seperti al-awwal, al-akhir, azh-zhahir,
al-bathin, al-alim, al-qadir, al-hayy, al-qayyum, as-sami, dan al-bashir.
c. Menerima sepenuhnya nama-nama Allah tersebut
dengan tidak mengubah makna yang tidak dikehendaki lafadz, tidak menghilangkan
pengertian lafazd, tidak mengingkarinya, tidak menggambarkan bentu-bentuk
Tuhan, dan tidak menyerupai sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluknya.
Berdasarkan ulasan di atas Ibnu Taimiyah tidak
menyetujui penafsiran ayat-ayat mutsyabihat. Menurutnya, ayat atau
Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan
sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakanNya
dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Imam Ahmad bin Hambal adalah salah seorang
tokoh ulama salaf yang mempunyai ciri khas dalam pemikirannya yaitu lebih
menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, kemudian
beliau menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat kepada
Allah dan Rasul-Nya.
2.
Kemudian ulama lainnya adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu
Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang
gerak leluasa pada akal. Ia
adalah murid yang muttaqi, wara, zuhud, serta seorang panglima dan penentang
bangsa Tartas yang berani. Ibnu Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat- ayat
mutasyabihat. Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah
harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak
men-tajsim-kan, tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya
tentangNya.
B.
Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, dimana kami pun
sadar bahwasannya dalam mengemban amanat ini tidaklah luput dari kesalahan dan
kekurangan sedang kesempurnaan hanyalah milik Allah Azza wa-Jalla, sehingga
dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan senantiasa kami
nanti dalam upaya evaluasi diri.
DAFTAR PUSTAKA
Thoha, Ahmadi. 1982. Ibnu
Taimiyah: Hidup dan Pemikiranya, Surabaya: Bina Ilmu.
Madzkur,
Ibrahim. 1995. Aliran dan Teori
Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution,
Harun. 1986. Teologi
Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press.
Rozak,
Abdul dan Anwar, Rohison. 2012. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Terlalu gegabah menagmbil kesimpulan atas dasar pemikiran pemakalah sendiri,pembenaran pendapat pribadi dari pada pendapat para ulama.
BalasHapusMenganggap Ulama salah tidak melihat ilmu pembuat makalah yang belum seberapa.